Selasa, 31 Mei 2011

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

LAPORN PENDAHULUAN DIABETES MILITUS

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

B. Etiologi
  1. Diabetes tipe I :
    • Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
    • Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
    • Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
  2. Diabetes Tipe II 
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
    • Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
    • Obesitas
    • Riwayat keluarga
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
D. PATHOFISIOLOGI
Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel – sel beta pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang menimbulkan hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tiak dapat mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebutdiuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan pemecahan lemak dan protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan produksi, disamping pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbagan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas bau aseton. Bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas akibat DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetika tadak terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30 tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh – pembuluh kecil (mikroagiopati), pembuluh – pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina, glomerulus ginjal, syaraf – syaraf perifer, otot – otot kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran berupa arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Kalau ini mengenai arteri – arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufusuensi vaskuler perifer yang di sertai ganggren pada ekstrimitas.
E. ANAMNESA
1. Pengkajian.
Mengumpulkan data pasien DM baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawancara, observasi dan dokumentasi secara biopsikososial dan spiritual.
a. Identitas klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, no.register RS, Diagnosa medis, penanggung jawab.
Keluhan utama.
Biasanya pasien datang dengan keluhan : pusing, lemah, letih, luka yang tidak sembuh.
b. Riwayat penyakit sekarang.
• perubahan pola berkemih.
• Pusing.
• Mual, muntah.
• Apa ada diberi obat sebelum masuk RS.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Apakah pasien punya penyakit DM sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga.
Tanyakan pada pasien apa ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti yang di derita pasien.
e. Pemeriksaan fisik.
• Keadaan umum : penampilan, tanda vital, kesadaran, TB, BB.
• Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor,edema, lesi, memar.
• Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada massa.
• Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi pupil terhadap cahaya, apakah menggunakan alat bantal.
• Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman.
• Telinga : strukturnya, apa ada cairan keluar dari telinga, peradangan, nyeri.
• Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan.
• Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid.
• Dada/pernapasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi napas, apa ada bunyi tambahan, gerakan dinding dada.
• Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada nyeri tekan.
f. Kebutuhan biologis.
• Nutrisi : pola kebiasaan makanan,
jenis makanan / minuman.
• Eliminasi : pola, frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi (BAK/BAB ).
• Istirahat / tidur : kebiasaan tidur selama di rumah dan RS.
• Aktivitas : Apakah terganggu atau terbatas, faktor yang memperingan atau memperberat, riwayat pekerjaan.
g. Riwayat psikologis.
Bagaimana pola pemecahan masalah pasien terhadap masalahnya demikian juga keluarga.
h. Riwayat sosial.
Kebiasaan hidup, konsep diri terhadap masalah kesehatan, hubungan dengan keluarga, tetangga, dokter, perawat.

F. DIAGNOSTIK
  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Kadar glukosa darah puasa
  3. Tes toleransi glukosa
    Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
  • Plasma vena :
    • <100
    • 100 - 200 = belum pasti DM
    • >200 = DM
  • Darah kapiler :
    • <80
    • 80 - 100 = belum pasti DM
    • > 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
  • Plasma vena :
    • <110>
    • 110 - 120 = belum pasti DM
    • > 120 = DM
  • Darah kapiler :
    • <90>
    • 90 - 110 = belum pasti DM
    • > 110 = DM

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
  1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
  2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
  3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
G. PENGELOLAAN
Pilar Pengelolaan DM
1.  Edukasi
2.  Perencanaan Makan
3.  Latihan Jasmani
4.  Intervensi Farmakologi

1. Edukasi

Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:
  • Penyakit DM.
  • Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
  • Penyulit DM.
  • Intervensi farmakologis dan non farmakologis.
  • Hipoglikemia.
  • Masalah khusus yang dihadapi.
  • Perawatan kaki pada diabetes.
  • Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.
  • Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.

Masalah kaki yaitu borok di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau menyerang seluruh kaki adalah dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah, infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan  masalah utama pada penderita diabetes.

Klasifikasi penyakit kaki pada penderita diabetes melitus :
  • Tingkat 0  :    Risiko tinggi mengalami penyakit kaki, belum ada borok.
  • Tingkat 1  :    Borok permukaan yang tidak terinfeksi.
  • Tingkat 2  :    Borok lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
  • Tingkat 3  :    Borok dalam yang melibatkan tulang dan formasi abscess.
  • Tingkat 4  :    Kematian jaringan tubuh terlokalisir, seperti di ibu jari kaki,    bagian depan kaki atau tumit.
  • Tingkat 5  :     Kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Untuk mendiagnosis dan menangani kerusakan saraf kaki dilakukan beberapa tes antara lain pengukuran:
a.    Merasakan sentuhan ringan
b.    Kepekaan pada suhu
c.    Sensasi pada getaran
d.    Efisiensi saraf untuk mengirim pesan ke dan dari otak


Resiko tinggi mengalami masalah kaki karena diabetes, yaitu :
  • Mengalami kerusakan saraf kaki.
  • Mempunyai penyakit pembuluh darah di kaki.
  • Pernah mepunyai borok di kaki.
  • Bentuk kaki berubah.
  • Adanya callus.
  • Buta atau penglihatan buruk , penyakit ginjal terutama gagal ginjal kronis.
  • Para lansia, terutama yang hidup sendirian.
  • Orang-orang yang tidak bisa menjangkau kaki mereka sendiri untuk membersihkannya.
  • Kontrol kadar gula darah yang buruk.
  • Berkurangnya indra perasa di kaki.

Petunjuk umum untuk mencegah borok kaki:
  • Periksa kaki anda setiap hari untuk mendeteksi adanya borok sedini mungkin, apakah ada kulit retak, melepuh,bengkak, luka, atau perdarahan.
  • Periksa sepatu anda baik bagian dalam ataupun luar sebelum memakainya untuk mendeteksi batu atau benda sejenis lainnya yang mungkin ada.
  • Pastikan kaki anda diukur setiap kali membeli alas kaki yang baru.
  • Jauhkan kaki dari udara panas, air panas, dan lain-lain.
  • Pakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan hindari berjalan tanpa alas kaki.
  • Pakai sepatu yang bertali dan cukup ruang untuk ibu jari kaki.
  • Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering , tetapi tidak pada sela-sela jari.
  • Bersihkan kaki setizp hari, keringkan dengan handuk termasuk sela-sela jari.
  • Segera ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa.

2. Perencanaan makanan

Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang gemuk dapat dikendalikan hanya dengan pengaturan diet saja serta gerak badan ringan dan teratur.

Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes, meski sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung, serat.

Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting daripada sumber atau macam karbohidratnya. Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap diijinkan. Pada keadaan glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5 % kebutuhan kalori.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
  • Karbohidrat   60 – 70 %
  • Protein           10 – 15 %
  • Lemak            20 – 25 %

Makanan dengan komposisi sampai 70 – 7 5 % masih memberikan hasil  yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsurated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat  ± 25 g / hari, diutamakan serat larut.

Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium, dan sukralose. Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi,umur , ada tidaknya stress akut, kegiatan jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus Broca.

Indeks massa tubuh ( IMT ) dapat dihitung dengan rumus:

IMT =  BB ( Kg ) / TB ( M2 )
  • IMT Normal Wanita = 18.5 – 23.5
  • IMT Normal  Pria     =  22.5 – 25
  • BB kurang                =   < 18.5

BB lebih
  • Dengan resiko        =   23.0- 24.9
  • Obes I                    =   2.5.0  - 29.9
  • Obes II                   =   = 30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kalori Basal :
Laki-Laki     :  BB idaman ( kg )   X  30 kalori / kg = …………Kalori
Wanita      :  BB idaman ( kg )   X  25 kalori / kg = …………Kalori

Koreksi / Penyesuaian :
Umur > 40 tahun       : - 5 %          X  Kalori basal   =  …………Kalori
Aktivitas Ringan       : + 10 %       X  Kalori basal   = ……………Kalori
              Sedang    : + 20 %
              Berat       : +30  %   
 BB         Gemuk     : - 20 %        X  Kalori basal   =  - / +…………Kalori
              Lebih       : -10 %
              Kurang     :  20 %
 Stress metabolik     :10 – 30 %     X Kalori basal   = +  ……… Kalori
 Hamil trimester I& II                 = + 300       Kalori
 Hamiltrimester III / laktasi        = + 500       Kalori

 Total Kebutuhan                   = ……… Kalori

Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002


Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
  • Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu  makan.
  • Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan  minuman berkalori rendah lainnya pada waktu makan.
  • Makanlah dengan waktu yang teratur.
  • Hindari makan makanan manis dan gorengan.
  • Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
  • Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.
  • Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.
  • Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
  • Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil.

3.    Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani teratur  (3 – 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang.
  
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari – hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan  kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.
4. Intervensi Farmakologis

Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya OHO yang dipakai ialah Metformin  2 – 3 X 500 mg sehari.
Pada pasien yang mempunyai berat badan sedang dipertimbangkan pemberian sulfonilurea.

Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :
  • Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan lain.
  • Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II yang mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat.
  • Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya sangat panjang serta sering ditemukan retensi air dan hiponatremi pada penggunaan klorpropamid. Begitu pula bila ada komplikasi ginjal, klorpropamid yang kerjanya 24 – 36 jam tidak boleh diberikan, oleh karena ekskresi obat sangat berkaian dengan fungsi ginjal. Hipoglikemia akibat klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan hipoglikemi karena tolbutamid.
  • Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid, glikasid), biasanya dosis  awal setengah tablet sehari, kalau perlu dapat dinaikkan 1 – 2 kali sehari.
  • Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat dinaikkan tiap 1 – 2 minggu. Untuk mencegah hipoglikemia pada pasien tua lebih baik tidak memberikan dosis maksimum.
  • Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO beberapa lama. Pada kasus sperti ini biasanya dapat dicoba kombinasi OHO dengan insulin atau langsung diberikan insulin saja.
H. TEKNIK PEMBERIAN INSULIN
Cara pemberian insulin ada beberapa macam: a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah, b) intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan, c) subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
              Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
               Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
              Salah satu insulin yang dapat menjadi pilihan untuk terapi DM yaitu LANTUS®(nama dagang) dengan nama generik insulin glargine, indikasi dari LANTUS® yaitu untuk DM tipe 1 dan tipe 2. LANTUS® dikontraindikasikan bagi pasien yang hipersensitif terhadap insulin glargine, efek samping yang mungkin terjadi yaitu nyeri pada sisi injeksi dan hipoglikemia. LANTUS® (PT Sanofi-Aventis) bisa menjadi pilihan karena insulin glargine telah diuji dan dinyatakan efektif dan aman untuk diberikan kepada kasus-kasus DM tipe 1 dan tipe 2 oleh FDA dan oleh ’the European Agency for the Evaluation of Medical Products’. LANTUS® juga memiliki keuntungan karena memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu kali suntikan per hari dan pasien dapat dengan mudah dan aman mentitrasi LANTUS®.
             Bentuk sediaan LANTUS® yaitu (1) Cartridges: 3 ml untuk digunakan OptiPen Pro (300 IU insulin glargine), box cartridges 5 x 3 ml, (2) Vials: 10 ml vials (1000 IU insulin glargine), (3) Pre-filled pens: 3 ml Optiset pre-filled, disposable pen (pen sekali pakai) dengan nama OptiSet®, optiset 5×3 ml, incremental dose = 2 IU, max dose/inj = 40 IU. Dosis LANTUS® yaitu pasien tipe 2 yang telah diobati dengan obat hiperglikemia oral, memulai dengan insulin glargine dengan dosis 10 IU sekali sehari. Dosis selanjutnya diatur menurut kebutuhan pasien,dengan dosis total harian berkisar dari 2-100 IU.Pasien yang mau menukar insulin kerja sedang atau panjang sekali sehari menjadi insulin glargine sekali sehari, tak perlu melakukan perubahan dosis awal. Tapi jika pemberian sebelumnya dua kali sehari, maka dosis awal insulin glargine dikurangi sekitar 20% untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Untuk selanjutnya dosis diatur sesuai kebutuhan pasien.
             Insulin glargine adalah ’long-acting basal insulin analouge’ yang pertama kali dipergunakan dalam pengobatan DM baik tipe-1 maupun tipe-2, disuntikkan subkutan malam hari menjelang tidur. Insulin glargine tidak diberikan secara intra vena karena dapat menyebabkan hipoglikemia. Preparat ini dibuat dari modifikasi struktur biokimiawi ’native human insulin’ yang menghasilkan khasiat klinik yang baru yaitu ’delayed onset of action and a constant, peakless effect’, yang mencapai hampir 24 jam efektif. Memiliki potensi yang setara dengan insulin NPH dalam menurunkan HbA1c dan kadar glukosa darah, namun lebih aman oleh karena ’peakless effect’ tersebut dapat mengurangi kejadian hipoglikemi malam hari. Preparat ini dinyatakan efektif dan aman untuk diberikan kepada kasus-kasus diabetes melitus tipe-1 maupun tipe-2, dan mampu memenuhi kebutuhan insulin basal.
                Target pengendalian glukosa darah pada penggunaan monoterapi insulin glargine pada kasus-kasus DMG mengacu pada ’American Collage of Obstetricians and Gynecologist for Women with GDM’, yaitu glukosa puasa ≤ 95 mg/dl, 2 jam pp ≤ 120 mg/dl. Hasil penelitian pada dasarnya menjelaskan bahwa insulin glargine berhasil mengendalikan glukosa darah pada kasus-kasus DMG sesuai target seperti tersebut di atas, tanpa terjadi hipoglikemi, dengan beberapa catatan sebagai berikut: (a) glukosa 2 jam pp sebelum perlakuan tidak lebih dari 150 mg/dl, (b) dosis awal bervariasi 10-50 unit, disuntikkan pagi hari sebelum makan pagi, ditingkatkan 3-5 unit bertahap untuk mencapai target pengendalian glukosa darah, (c) dosis waktu partus bervariasi 18-78 unit, (d) waktu dilahirkan tidak ada bayi dengan berat badan lebih dari normal, dan tidak ada yang mengalami hipoglikemi, (e) dosis perhari dalam trimester pertama adalah 0,4-0,5 unit/kg, trimester kedua 0,5-0,6 unit/kg, dan trimester ketiga 0,7-0,8 unit/ kg.
I. PENYAKIT YANG DISEBABKAN
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[7]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[8] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[9][10] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-

Sabtu, 28 Mei 2011

PENGKAJIAN SISTEM ENDOKRIN

PENGKAJIAN SISTEM ENDOKRIN
Pengkajian Umum dan Prosedur Diagnostik Pada Gangguan Sistem Endokrin
Rangkuman Fisiologis Sistem Endokrin :
A.    Kelenjar Hipofise Lobus Anterior :
1.                 Growth hormont Umum Pertumbuhan tulang, otot, dan organ2 lain
2.                  TSH tiroid Pertumbuhan dan aktivitas kel tiroid
3.                  ACTH kortek adrenal Pertumbuhan dan aktivitas kortek adrenal
4.                  FSH ovarium/testis Perkembangan folikel & sekresi esterogen
5.                  LH Ovarium/testis Ovulasi, pembtkan corpus luteum, sekresi progesterone
6.                  Prolaktin Kel. Mamme & ovarium Sekresi ASI, mempertahankan korpus luteum
7.                  MSH Kulit Pigmentasi
B.     Kelenjar Hipofise Lobus Posterior :
1.                  ADH (Vasopresin) Ginjal Reabsorpsi air, Keseimbangan air
2.                   Oksitosin Uterus/payudara Ekresi ASI
C.     Kelenjar Tiroid Umum Laju metabolik, tumbang, menurunkan kadar kalsium darah
D.    Kel. Paratiroid Tulang, ginjal, usus Meningkatkan absprpsi kalsium, menaikan kadar kalsium darah
E. Kel. Adrenal (mineralkortikoid&glukokortikoid), Ginjal/umum reabsorpsi natrium&eksresi natrium/metabolisme karbohidrat
F.      Medula (epineprin/norepineprin) otot jantung, otot polos kelenjar/organ yg dipersyarafi saraf simpatis
Fungsi emergensi, stimulasi simpatis/zat transmitter kimia meningkatkan tahanan tepi
G.    Pulau Langerhans Pankreas (insulin) umum
H.    Menurunkan gula darah, menurunkan glukoneogenesi
I.       Testis (testosteron) Umum/organ reproduksi
J.       Perkembangan seks sekunder

ANAMNESA
1.      Data Demografi
a.       Usia Untuk menentukan BB Ideal
a.       Jenis kelamin
b.      Tempat tinggal : pada masa bayi, kanak2 dan pada saat sekarang
2.      Riwayat keluarga
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yg mengalami gangguan seperti yg dialami K atau gangguan
secara langsung dengan gangguan hormonal :
a.       Obesitas : dicurigai karena hipotiroid
b.      Gangguan Tumbang : dicurigai adanya gangguan GH, Kel. Tiroid, dan kelenjar gonad
c.       Kelainan pada tiroid
d.      Infertilitas
3.      Riwayat Kesehatan Klien :
Kaji kondisi yg pernah dialami oleh Klien diluar gangguan yg dirasakan sekarang khususnya gangguan yg
mungkin sudah berlangsung lama karena tidak mengganggu aktivitas, kondisi ini tidak dikeluhkan, seperti :
Tanda-tanda seks sekunder yg tidak berkembang : amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak
berkembang BB yg tidak sesuai dgn usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan, Gangguan
psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan tidak mudah berkonsentrasi
d.      Hospitalisasi : kaji alasan, kapan kejadiaanya, sudah dirawat berapa lama
e.  Informasi penggunaan obat-obatan yg dpt merangsang aktivitas hormonal : hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral dan obat antihipertensi.
4.      Riwayat Diit :
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada sal. Pencernaan dapat mencerminkan gangguan endokrin 
tertentu, pola dan kebiasaan makanyg salah dapat menjadi faktor penyebab. Oleh karena itu kondisi berikut
perlu dikaji :
a. Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen
b. Penurunan atau penambahan BB yang drastic
c. Selera makan yg menurun atau bahkan berlebihan
d. Pola makan dan minum sehari-hari
e. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yg dapat menggangu fungsi endokrin seperti makanan yg bersift
goitrogenik thd tiroid
5.      Masalah kesehatan sekarang
Pengembangan dari keluhan utama. Fokuskan pertanyaan yg menyebabkan Klien meminta bantuan
pelayanan, seperti : 
a. Apa yg dirasakan Klien saat ini
b.Apakah masalah atau gejala yg dirasakan terjadi secara tiba2 atau perlahan-lahan dan sejak kapan
dirasakan 
c. Bagaimana gejala tersebut mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
d. Bagaimana pola eliminasi : urine 
e. Bagaimana fungsi seksual dan reproduksi
f. Apakah ada perubahan fisik tertentu yg sangat menggangu Klien

Hal-hal lain yg perlu dikaji karena berhubungan dengan fungsi hormonal secara umum
1.      Tingkat Energi :
Perubahan kekuatan fisik dihubangkan dengan sejumlah gangguan hormonal khusunya disfungsi kelenjar tiroid&adrenal. Kaji kemampuan Klien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
2.      Pola Eliminasi dan keseimbangan cairan
Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokrin secara langsung oleh ADH, aldosteron, dan kortisol. Kaji pola berkemih ak dan jml vol urine
3.      Pertumbuhan dan Perkembangan
Secara langsung tumbang dibawah pengaruhi GH, Kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan tumbang dapat terjadi semenjak dalam kandungan, itu terjadi pada ibu hamil hipertiroid. 
a.  Kaji gangguan tumbang yang dialami semenjak lahir atau terjadi selama proses pertumbuhan
b. Kaji secara lengkap dari penambahan ukuran tubuh dan fungsinya : Tk intelegensi, kemampuan
berkomunikasi dan rasa tgg jwb. Kaji juga perubahan fisik dampaknya terhadap kejiwaan.
c.  Seks dan reproduksi
4.      Pada wanita kaji siklus menstruasi (lamanya), volume, frek dan perubahan fisik terutama sensasi nyeri atau kram abdomen. Jika bersuami kaji :
      a. Apakah pernah hamil
      b. Abortus
     c. Melahirkan
5.      Pada Pria kaji apakah K mampu ereksi dan orgasme. Dan kaji juga apakah terjadi perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.

PEMERIKSAAN FISIK
Ada 2 aspek utama yg dapat digambarkan, yaitu :
1.      Kondisi kelenjar endokrin : testis dan tiroid
2.      Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari gangguan endokrin
Inspeksi :
Disfungsi sistem endokrin :
Menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap tumbang, keseimbangan cairan&elektrolit, seks&reproduksi, metabolisme dan energy
Hal-hal yg harus diamati : 
1. Penampilan umum : 
       Apakah K tampak kelemahan berat, sedang dan ringan
      2. Amati bentuk dan proporsi tubuh 
       Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
      3.Pemeriksaan Wajah :
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti dahi, rahang dan bibir
4.Pada Mata :
Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi wajah tampak datar atau tupul
5.Pada Daerah Leher :
a. Amati bentuk leher apakah tampak membesar, asimetris, terdapat peningkatan JVP, warna kulit sekitar
b. leher apakah terjadi hiper/hipopigmentasi dan amati apakah itu merata.
6. Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut :
 Biasanya dijumpai pada orang yg mengalami gangguan kel. Adrenal 
7. Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit :
 Biasanya tampak pada orang yg mengalami hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit
dikulit oleh proses autoimun
8. Amati adanya penumpukan massa otot berlebihan pada leher bag. Belakang atau disebut bufflow neck atau
leher/punuk kerbau :
9. Terjadi pada K hiperfungsi adrenokortikal
Amati keadaan rambut axilla dan dada :
Pertumbuhan rambut yg berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme dan amati juga adanya striae pd buah dada atau abdomen biasanya dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal
Palpasi
Hanya kelenjar tiroid dan testis yg dapat diperiksa secara palpasi
Auskultasi :
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi " bruit ". Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada P. darah tiroidea. N tidak ada bunyi.
Pengkajian Psikososial
Mengkaji kemampuan koping K, dukungan Keluarga serta keyakinan K tentang sehat
dan sakit.
Perubahan2 fisik, fungsi seksual dan reproduksi serta perubahan2 lainnya yg disebabkan oleh gangguan sistem endokrin Akan berpengaruh terhadap konsep diri K
Pengkajian Diagnostik
 
1. Foto Tengkorak (kranium)
Melihat kondisi silla tursika : tumor atau atrofi 
2. Foto Tulang (osteo)
Untuk melihat kondisi tulang : 
a.       Pada orang gigantisme dijumpi tulang yg bertambah besar dari ukuran maupun panjang 
b.      Pada orang akromegali akan dijumpai tulang perifer yg bertambah ukurannya kesamping
3. CT-Scan Otak
Melihat kemungkinan aanya tumor pada hipofise atau hypothalamus
4. Pemeriksaan Darah :
Untuk mengukur : 
1.      Kadar GH 
2.      Kadar TSH
5. Pemeriksaan Urine + Darah :
Kadar ACTH


Daftar Pustaka
//webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:41705zBICyUJ:dhielani.blogspot.com/2009/03/pengkajian-sistem-endokrin.html+pengkajian+sistem+endokrin&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a&source=www.google.co.id

Sabtu, 21 Mei 2011

Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama yaitu, sistem syaraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karekteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari syaraf (neural). Jika kedusnya dihancurkan atau diangkat maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil oleh sistem syaraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem syaraf bekerja melalui neotransmitter yang dihasilkan oleh ujung-ujung syaraf. Sistem hormonal terutama berhubungan dengan pengaturan sebagai fungsi metabolisme tubuh, mengatur kecepatan reaksi kimia didalam sel, transport zat-zat melalui membrane sel, aspek pertumbuhan dan sekresi.
A. Struktur
Terdapat 2 type kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh. Seperti kulit / organ internal seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat sederhana, kelenjar ini tidak mempunyai saluran keluar dan mencurahkan sekresinya langsung ke sirkulasi darah. Kelenjar ini terdiri dari deretan sel-sel lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat yang halus yang banyak mengandung pembuluh kapiler. Kelenjar endokrin termasuk : hepar, Pankreas, (kelenjar eksorin dan endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata.
Kelenjar endokrin termasuk: 
1. Pulau Lagerhans pada pancreas
2. Gouad (ovarium & testis)
Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid, paratiroid, serta timus

B. Hormon dan Fungsinya
Hormon yaitu penghantar (transmitter) kimiawi yang dilepas dari sel-sel khusus kedalam aliran darah. Selanjutnya hormone tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells) tempat terjadinya efek dari hormone (menurut starling). Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.
Sistem endokrin mempunyai 5 fungsi umum :
1. Membedakan sistem syaraf pusat dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang.
2. Menstimulasi urutan perkembangan.
3. Mengkoordinasi sistem reproduktif.
4. Memelihara lingkungan internal optimal.
5. Melakukan respons korektif dan adatif ketika terjadi situasi darurat

Secara kimiawi, hormon dibentuk oleh bahan- bahan sebagai berikut :
1. Derifrat asam amino
Dikeluarkan oleh sel kelenjar buntu yang berasal dari jaringan nervus medulla suprarenal dan neurohipofise. Contoh : efineprin, norefineprin.
2. Peptide / derifat peptide
Dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari jaringan alat pencernaan.
3. Steroid
Hormon steroid mempunyai inti cyclo pentane pehidraphenatren dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari mesotelium. Contoh : hormone testis, ovarium, dan korteks supraren.
4. Asam Lemak
Merupakan biosintesis dari 2 asam lemak. Contoh : hormone prostaglandin.
5. Hormon perkembangan (depelopment hormone)
Memegang peranan didalam perkembangan dan pertumbuhan hormone ini dihasilkan oleh kelenjar gonad. 
6. Hormon metabolisme (metabolic hormone)
Proses homeostasis gula glukosa dalam tubuh diatur oleh bermacam-macam hormon diantaranya glucokorticoid, glukagon, dan katecho lamin.
7. Hormon trofik (trophik hormone)
Dihasilkan oleh stuktur khusus dalam pengaturan fungsi endokrin yauti kelenjar fipofise yang dikategorikan sebagai hormone perangsang pertumbuhan folikel (FSH) pada ovarium dan proses spermatogenesis hormone penguning (lutein hormon).
8. Hormon pengatur metaboliame air dan mineral
Kalsitonin dihasilkan oleh kelenjar tiroid, untuk mengatur metabolisme kalsium dan fosfor. Meningkatkan produksi kalsitonin menyebabkan menurunnya kalsium dan fosfor dalam darah dan meningkatnya seksresi kalsium fosfat, natrium, kalium, dan magnesium melalui ginjal.
9. Hormon pengatur sistem kardiovaskuler
Epinefrin dihasilkan oleh kelenjar adrenal bagian medulla. Efek dari hormone ini tergantung dari reseptor setiap tujuan. Efek pada jantung meningkatkan konduksi dan kontraksi dari jantung.

C. Karakteristik
Meskipun setiap hormon adalah unik dan mempunyai fungsi dan struktur tersendiri, namun semua hormone mempunyai karekteristik tersebut. Hormon disekresi dalam salah satu dari tiga pola berikut :
1. Sekresi diurnal adalah pola dan turun dalam periode 24 jam. Contoh : kortisol.
2. Pola sekresi hormonal pulsatif dan siklik naik dan turun sepanjang waktu tertentu, setiap bulanan. Contoh : Estrogen adalah hormone siklik dengan puncak dan lembahnya menyebabkan siklus mentruasi.
3. Type sekresi hormonal yang ketiga adalah variabel dan tergantung pada kadar substrat lainnya. Hormon paratiroid disekresi dalam berespons terhadap kadar kalsium serum. Hormon bekerja dalam sistem umpan balik. Loop umpan balik dapat positif / negative dan memungkinkan tubuh untuk dipertahankan dalam suatu lingkungan optimal. Hormon mengatur laju aktifitas selular. Hormon tidak mengalami perubahan biokimia. Hormon hanya mempengaruhi sel-sel yang mengandumg reseptor yang sesuai, yang melakukan fungsi spesifik. Hormon mempunyai fungsi dependent dan interpenden. Pelepasan hormone ini dari satu kelenjar sering merangsang pelepasan hormone dari kelenjar lainnya.
D. Peran Hipotalamus dan Kelenjar Hipotise

Dua kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus dan hipotise Aktifitas endokrin dikontrol secara langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan sistem persyarafan dengan sistem endokrin dalam berespon terhadap input dari area lain dalam otak dan dari hormone dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapa hormone releasing dan inhibiting. Hormone ini bekerja pada sel-sel spesifik dalam kelenjar pitvitari yang mengatur pembentukan dan sekresi hormone hifofise.,
1. Kelenjar Hipofise
Kelenjar ini disebut juga kelenjar pitvitari. Karena menghasilkan dan mengatur hormone-hormon pada bagian tubuh lainnya, sehingga disebut “ Master of bland “ kelenjar hipotise terletak di dasar tengkorak (pada bagian Sela Tursika) Fossa pitvitary os spenoidal. Berat kelaenjar kurang lebih 0,5 gram dan bentuknya seperti kacang segi lima .

Kelenjar hipofise mempunyai 3 lobus, yaitu : 
a. Lobus posterior hipofisis terutama dibentuk oleh ujung axon dari nuclei supraotikum dan para ventrikulasi hypothalamus.
b. Lobus anterior dibentuk oleh pita sel menjalin dan jaringan luas kapiler sinusoid.
c. Lobus intermedia dibentuk didalam sel embrio dari tengah dorsal kantong ratke (suatu evaginasi atau jantung).

Hipofise menghasilkan hormon tropik dan hormon nontropik. Hormon tropik akan mengontrol sintesa dan sekresi hormon kelenjar sasaran sedangkan hormon nontropik akan bekerja langsung pada organ sasaran.
Kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol langsung aktivitas kelenjar endokrin lain menjadikan hipofise dijuluki “master of glands”.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior adalah :
a. Grwoth Hormon (GH)
1) Merangsang pertumbuhan tulang → bertambah panja
2) Pertumbuhan dari masa kanak-kanak sampai pubertas.
3) Pada saat pubertas GH tidak mempunyai efek pada tulang karena tulang tidak dapat bertambah panjang lagi.
4) Pertumbuhan dipengaruhi oleh factor interna (genetic, hormone) dan eksterna (makanan, keadaan sakit / sehat).
5) Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan sejak janin sampai anak-anak.
6) Defisiensi GH sebelum pubertas akan menyebabkan Doorfism (Dewasa terlambat).
7) Hipersekresi GH pada saat sebelum pubertas (Gigantism) dean sesudah pubertas (Akromegali).
8) Sekresi GH meningkat pada saat : stress, hipoglikemia, peningkatan asam amino, tidur. 
b. Tirosomatotrofic hormone (TSH) / Tnyroid stimulating Hormone
1) Merangsang pertumbuhan kelenjar gondok.
2) Berperan penting dalam pembentukan sintesis protein.
3) Dalam darah berikatan dengan gama globulin.
c. Adrenatorticotropi homon (ACTH)
1) Mempengaruhi pertumbuhan maturitas dan fungsi organ seks primer dan sekunder.
2) Mempengaruhi / merangsang korteks adrenal.
3) Mengontrol produksi kortisol.
d. Prolactin / Luteotrofic hormone (LTH)
1) Merangsang pertumbuhan kelenjar mamae (payudara).
2) Sekresi air susu (laktasi).
3) Pada wanita hamil meningkat.
e. Melanocyte-stimulating Hormone (MSH)
1) Merangsang pertumbuhan steroid atau korteks adrenal.
2) Dapat merangsang korteks adrenal & dapat mempengaruhi prigmentasi.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus posterior adalah :
a. Antideuretik hormone (ADH) 
1) Meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus distal dan tubulus kedodokus ginjal, sehingga menurunkan haluaran output urine.
2) merangsang vasokontriksi arteriol → TD meningkat.
b. Oksitosin
1) Merangsang pengeluaran ASI dari alveoli payudara kedalam duktus.
2) Merangsang kontraksi uterus pada saat persalinan.
3) Terlibat dalam transport sperma dalam traktus reproduktif wanita
.
2. Kelenjar Tiroid
Terdiri atas 2 buah lobus yang terletak disebelah kanan dari trakea diikat bersama oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea disebelah depan. Merupakan kelenjar yang terdapat didalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding laring. Kelenjar ini mempunyai dua lobus yaitu lobus kanan dan kiri. Antara kedua lobus dihubungkan dengan isthmus. Isthmus merupakan lapisan tipis dari tyroid. Pada kelenjar tyroid terdapat 2 sel yaitu sel follicular dan sel para follicular. Sel-sel ini menghasilkan hormone tiroksin (T4) & triodotironin (T3) sedangkan sel parafollicular menghasilkan kalsitonin.
Fungsi dari kelenjar tyroid, terdiri dari :
a. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi.
b. Mengatur penggunaan oksidasi.
c. Mengatur pengeluaran karbondioksida.
d. Metabolic dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan
e. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental. 
Bahan dasar pembentukan hormone-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang bdikonsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yidida) yang masuk secara aktif kedalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodia, yang dapat dihambat oleh ATP – ase, ionkiorat, dan ionsianat. Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobin yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi penggabungan antara MIT dan DIT akan membentuk tri iodotironin (T3) dan DIT dengan DIT akan membentuk tetra iodotironin / tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamide, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan plasma dalam bentuk PBI (Protein birding Iodine).
Fungsi hormone-hormon tiroid antara lainj adalah :
a. Mengatur laju metabolisme tubuh (meningkatkan konsumsi oksigen).
b. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan syaraf.
c. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin.
d. Merangsang pembentukan sel darah merah.
e. Efek kronotrofik terhadap jantung yaitu menembah kekuatan kontraksi otot dan menembah frekuensi irama jantung.
f. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai konpensasi irama jantung tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
g. Bereaksi sebagai antagonis insulin.

3. Kelenjar Paratiroid 
Kelenjar ini menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus kelenjar tiroid oleh karena itu kelenjar paratiroid berjumlah 4 buah (terletak dipermukaan belakang kelenjar tiroid). Ukuran masing-masing kira-kira 5 X 52 mm. Memiliki berat masing-masing 25 – 30 mg sehingga berat keseluruhan kira-kira 120 mg. Kelenjar ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu chief cells dan oxyphill cells.Chief cells merupakan bagian terbesar dari kelenjar paratiroid, mensintesa dan mensekresi hormone paratiroid / parathormon (PTH).
Pharathormon mengatur metabolisme kalsium dan posfat tubuh organ targetnya adalah tulang, PTH mempertahankan reabsorpsi tulang sehingga kalsium serum meningkat. Di tubulus ginjal, PTH mengaktifkan vitamin D. Dengan vitamin D yang aktif akan terjadi peningkatan absorpsi kalsium dan posfat. Selain itu hormone ini pun akan meningkatkan reabsorpsi Ca dan Mg tubulus ginjal, meningkatkan P, Hco3 dan Na karena sebagian besar kalsium disimpan ditulang maka efek PTH lebih besar terhadap tulang.
Efek parathormon terhadap jaringan target : Parathormon
a. Merangsang pembentukan vitamin D
b. Meningkatkan reabsorpsi tubulus ginjal terhadap Ca dan Mg
c. Meningkatkan pengeluaran P, Hco3 dan Na
d. Meningkatkan mobilisasi Ca dan P dari tulang kedalam cairan ekstra sel
e. Mengurangi pembentukan tulang
f. Meningkatkan penghancuran tulang - Meningkatkan absorpsi Ca dan P dengan bantuan vitamin D

4. Kelenjar Adrenal/Suprarenal
Kelenjar ini terletak diatas ginjal dean berada dibelakang abdomen. Jumlahnya ada 2 bentuknya ceper dan lebih menonjol kebagian kutubnya. Berat masing-masing kelenjar ini kira-kira 5 - 9 gram. Dan kadang juga di sebut sebagai kelenjar anak ginjal karena menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 lapis yaitu bagian luar disebut korteks adrenal dan bagian dalam disebut medulla adrenal.
a. Korteks adrenal
Merupakan bagian terbesar dari berat keseluruhan kelenjar Adrenal + 90 % dari berat keseluruhan kelenjar adrenal. Berat bagian ini kira-kira 5 – 7 gam. Korteks adrenal merupakan bagian keluar dari kelenjar adrenal. Bagian ini terdiri dari sel-sel epitel yang besar dan berisi Lipoid. Sel-sel itu Foam Cell. Korteks adrenal esensial untuk bertahan hidup kehilangan hormone adrenokortikal dapat menyebabkan kematian.
Lapisan dari korteks Adrenal terbagi menjadi 3 bagian yang disebut dengan zona. Zona tersebut adalah :
1) Zona glomerul, yaitu lapisan yang paling luar.
2) Zona fasiculata, yaitu lapisan bagian tengah
3) Zona retikularis, yaitu lapisan paling dalam dekat dengan medulla.
Korteks adrenal mensintesa tiga kelas hormone steroid yaitu :
1) Mineralokortikoid
Pada manusia adalah aldosteran dibentuk pada zona glome rulosa korteks adrenal. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan eksresi kalium. Aktifitas fisiologik ini selanjutnya membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung.
2) Glukokortikoid
Dibentuk dalam zona fasikulata kortisol merupakan glukokortikoid uatama pada manusia. Kortisal mempunyai efek pada tubuh antara lain dalam : metabolisme glukosa (glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar gula darah, metabolisme protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, inflomasi dan imunitas dan terhadap stessor.
3) Gonadokortikoid (Hormon seks)
Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Umumnya adrenal mensekresi sedikit androgen dan estrogen dibandingkan dengan sejumlah besar hormone seks yang disekresi oleh gonad. Namun kelebihan produksi hormone seks oleh kelenjar adrenal dapat menimbulkan gejala klinis. Misalnya, kelebihan pelepasan androgen menyebabkan virilisme, sementara kelebihan estrogen (missal : akibat karsinoma adrenal) menyebabkan ginekomastia dan retensi natrium dan air.
b. Korteks medulla (Medulla Adrenal)
Terletak pada bagian dalam dari kelenjar adrenal sel-sel medulla Adrenal berbentuk lomjong serta tersusun dalam kelompok-kelompok dan sekitarnya terdapat pembuluh darah kapiler. Sel-sel medulla adrenal yang mengeluarkan hormone disebut “ Sel chromaffin”. 
Medulla adrenal menghasilkan hormone :
1) Adrenal : meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, denyut jantung dan lain-lain.
2) Non Adrenalin : vasokontriksi arteri nadi dan meningkatkan kecepatan metabolisme.

5. Kelenjar Pankreas

Pankreas terletak di retroperitoneal rongga abdomen bagian atas, dan terbentang horizontal dari cincin duodenial ke lien. Panjang sekitar 10 – 20 cm dan lebar 2,5 – 5 cm. Mandapat pasokan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus.
Kelenjar pancreas berfungsi sebagai kelenjar eksorin dan kelenjar endokrin. Sebagai kelenjar eksorin, pancreas menghasilkan enzim-enzim yang membantu proses pencernaan makanan. Sedangkan sebagai kelenjar endokrin, pancreas menghasilkan hormone yang disekresikan kedalam pembuluh darah.
Pulau-pulau langerhans pada pancreas menghasilkan 3 hormon yaitu :
a. Insulin (dihasilkan oleh sel betha)
Fungsi : Meningkatkan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak sehingga menurunkan kadar glukosa darah.
b. Glukagon (dihasilkan oleh sel alpha)
Fungsi : Memobilisasi simpanan glikogen dengan demikian meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Somastotatin (dihasilkan oleh sel darah)
Fungsi : menurunkan sekresi insulin, glukogan, pertumbuhan hormone, dan beberapa hormone gastrointesrinal. Organ dan sasaran hormon-hormon tersebut adalah hepar, otot, dan jaringan lemak. Glukagon dan insulin memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat dipengaruhi oleh hormone-hormon tersebut.
Efek pada hepar :
1) Meningkatkan sintesa dan penyimpangan glukosa.
2) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis.
3) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas di hepar.
Efek pada otot :
1) Meningkatkan sintesis protein.
2) Meningkatkan transportasi asam amino.
3) Meningkatkan glikogenesis.
Efek pada jaringan lemak :
1) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas.
2) Meningkatkan penyimpanan trigliserida.
3) Menurunkan lipolisis.

6. Kelenjar kelamin (kelenjar gonad)

Kelenjar ini berbentuk pada minggu-minggu gestasi dan tampak jelas pada minggu kelima. Difrensiasi jelas dengan mengukur kadar testosterone retal yang terlihat jelas pada minggu ketujuh da kedelapan gestasi. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa pre pubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin (FSH dan LH) akibat penurunan inhibisi steroid.
a. Testis
Merupakan kelenjar endokrin yang terdapat pada laki-laki. Dua buah testis ada dalam skrotum. Testis mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Testis menghasilkan hormone : testosterone dan estradiol dibawah pengaruh LH. Testosteron diperlukan untuk mempertahankan spermatogenesis, sementara FSH diperlukan untuk memulai dan mempertahankanspermatogenesis. Struktur dari testis itu sendiri yaitu terbentuk oval (lomjong) dengan berat kira-kira 10 – 14 gram. Panjangnya 4 – 5 cm dan lebar 2,5 cm. Masing-masing testis terdiri dari lilitan tubulus seminiferus yang menghasilkan sperma. Diantara tubulus seminiferus terdapat sel-sel yang menghasilkan hormone kelamin. Sel-sel yang menghasilkan hormone kelamin tersebut adalah Interstitial Cells atau sel leyding. Sel-sel tersebut mengeluarkan hormone kelamin laki-laki (androgen) yaitu hormon testosterone.
Efek testoeteron pada fetus merangsang diferensiasi & perkembangan genital kearah pria. Pda masa pubertas hormone ini akan merangsang perkambangan tanda-tanda seks sekunder. Seperti bentuk tubuh, perkembangan dan pertumbuhan alat gerital, distribusi rambut tubuh, pembesaran laring, penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif. Sebagai hormon arabolik, akan merangsang pertumbuhan dan penutupan epifise tulang.
b. Ovarium
Merupakan kelenjar endokrin pada wanita, berfungsi sebagai organ endokrin juga sebagai organ reproduksi. Struktur dari ovarium yaitu terdiri dari 2 buah, berbentuk memanjang dengan panjang kira-kira 2,5 cm, lebar 1,5 – 3 cm dan tebalnya 0,6 – 1,5 cm serta letaknya pada bagian pelvic abdomen pada sisi uterus. 
Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan hormone estrogen dan progesterone sebagai organ reproduksi, ovarium menghasilkan ovum (sel telur) setiap bulannya pada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk di buahi sperma.
Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan seks sekunder, menyiapkan endometrium untuk menerima hasil konsepsi serta mempertahankan proses laktasi.
Estrogen dibentuk oleh sel-sel granulose folikel dan sel lutein korpus luteum. Progesterone dibentuk oleh sel lutein korpus luteum sebagai respon terhadap sekresi luteinizing hormone.

7. Kelenjar timus
Merupakan organ Lymphoid yang terdiri dari 2 bagian / lobus. Kelenjar ini terletak dibelakang sternum pada bagian depan rongga mediastinum (ruangan pada bagian tengah rongga dada), bifurcation (percabangan) trochea.
Berat kelenjar ini pada bayi kira-kira 10 gram. Ukuran tersebut akan bertambah setelah masa remaja sampai mencapai 30 – 40 gram. Tetapi setelah dewasa ukurannya akan mengecil. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas hormone steroid adrenal. Kelenjar timus menghasilkan satu bahan yang berperan dalam perkembangan sel induk limfosituntuk mempertahankan kekebalan tubuh. 

8. Kelenjar Pineal

Terletak pada otak tengah (midbrain), berada diantara hemisphere cerebral otak pada bagian posterior ventikel III. Kelenjar pineal menghasilkan suatu substansi sekresi yang disebut melatonin. Hormon ini belum banyak diketahui kemungkinan berperan dalam pengaturan waktu haid dan berperan dalam pemartagan kelenjar kelamin.